Fenomena Giok Aceh Semakin Mendunia

Dalam pameran tersebut, batu giok asal Nagan Raya berhasil terjual dengan harga fantastis, Rp 2,5 miliar. Batu yang sudah diolah dalam bentuk mata cincin berbagai ukuran itu diborong oleh pengusaha Taiwan.
Batu mulia asal Aceh seperti giok Aceh dan batu lumut Aceh atau indocrase saat ini mulai dilirik dan menjadi incaran karena harganya juga cukup tinggi. Namun terlepas dari harganya yang selangit, masyarakat Aceh semakin giat memburu batu alam asli Aceh yang bisa ditemukan di berbagai daerah seperti di Kabupaten Nagan Raya dan Sungai Lumut, Aceh Tengah dan Gayo Lues.
Pecinta batu juga dari berbagai kalangan, baik dari kalangan PNS, Aparat TNI/Polri, laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun remaja bahkan dari kalangan masyarakat yang tertarik melihat keindahan batu giok untuk pertama kalinya.
Salah satunya pecinta batu pemula, Rudiansyah yang berprofesi wiraswasta ini kepada wartawan, Senin (06/10), mengungkapkan dirinya mulai tertarik dengan batu giok Aceh ketika melihat keindahan batu giok yang di bawa oleh saudara dari daerah nagan raya
“Saya pertama kali lihat batu giok milik saudara, setelah dibuat cincin ternyata sangat indah. Dan setelah saya ceritakan ke teman saya di Jakarta ternyata mereka tertarik. Kemarin saya kirim barang contohnya, untuk dipasarkan di Jakarta,” katanya.
Menurutnya, potensi giok Aceh sangat luar biasa. Bukan hanya untuk para pecinta batu, tapi saya rasa akan bisa mengangkat imej Aceh baik di tingkat nasional maupun Internasional. Namun yang lebih penting bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah penghasil batu giok tetapi juga bisa membuka lapangan kerja.
“Batu giok menjadi sebuah fenomena di Aceh, namun masyarakat juga bisa terbantu dari segi ekonomi. Apalagi saya lihat, di Aceh sudah banyak menjamur pengrajin batu. Demikian juga banyak peminat batu giok yang memburu untuk sekedar bahan koleksi maupun untuk hobby,” sebut Rudiansyah.
Sementara itu, Didin Arjudi pria asli Makasar Sulawesi ini juga sangat tertarik dengan kekhasan batu giok Aceh. Menurutnya batu giok Aceh sangat indah dari kualitas maupun teksturnya, disamping sekalian untuk berinvestasi dikemudian hari.
“Saya datang jauh-jauh dari Makasar hanya ingin melihat langsung daerah asal dari batu giok, bukan hanya melihat di pameran saja. Ternyata di Aceh juga demam “batu giok” karena setiap saya duduk di warung kopi, saya lihat selalu menghiasi obrolan pengunjung sembari berdiskusi ataupun sekedar menikmati secangkir kopi,” tutur pria tegap ini.
Namun, menurutnya batu giok bisa dijadikan ikon Aceh bukan hanya tentang harga jual selangit tapi tentang kebanggaan yang menjadi ciri khas. Seperti Pemkab Halmahera Selatan (Halsel) di Maluku Utara contohnya, mewajibkan kepada seluruh pegawai negeri sipil (PNS) di daerah itu untuk memakai perhiasan cincin atau kalung dari Batu bacan saat masuk kerja.
“Pemkab Halsel mewajibkan PNS memakai perhiasan batu bacan saat masuk kerja untuk lebih mempopulerkan batu bacan sebagai ikon Kabupaten Halsel yang sekaligus mempopulerkannya kepada masyarakat di dalam dan luar daerah itu. Pemerintah Aceh bisa mencontoh Pemkab Halsel,” ungkap Didin mengakhiri pembicaraannya.
Demikian juga yang dikatakan salah satu pengrajin batu, Mus Mulyadi yang membuka kios di gampong Cot Mesjid, Lhueng Bata, Banda Aceh. Memang giok Aceh saat ini jadi fenomena, tapi ini juga menjadi kekhawatiran ketika hanya bertahan beberapa saat saja.
“Memang saat ini giok populer tapi kita khawatir hanya sesaat dan tidak bertahan lama di pasaran. Meskipun pecinta batu banyak dari kalangan PNS, Pecinta dari Aceh maupun luar Aceh, ada juga pebisnis,” katanya.
“Selama batu giok jadi fenomena, memang omset pemesanan diatas 300 %. Tapi kita tidak tahu kedepannya, semoga ada peran Pemerintah Aceh untuk menjaga kepopuleran giok Aceh,” harap Mus Mulyadi salah satu pengrajin batu terbaik di Aceh.

Komentar

Posting Komentar